Langsung ke konten utama

Ku rindu Garuda


Pilkada DKI membuat galau, ya maklumlah karena yang didukung kalah, hehe... Tapi ga apalah, memang begitulah kenyataan ada yang pahit ada yang manis. Meskipun aku bukan politikus, bukan juga pengamat politik, tapi melihat kondisi Ibukota akhir-akhir ini sepertinya ikut terusik.

Keberpihakkan ku pada Pak Ahok, bukanlah karena sealiran dengan beliau semata, tetapi karena selama 15 tahun tinggal di Jakarta, banyak sekali perubahan signifikan yang sangat nyata. Hmm coba ku sebutkan beberapa saja ya, bus transjakarta khusus untuk wanita (yaa meskipun jarang naik tj, tapi setiap kali rasa perlu naik kendaraan umum, tj masih jadi pilihan karena percaya keamanannya), banyak RPTRA (kebetulan punya ponakan umur 4 tahun klu ngajak main ga susah sekarang). Meski ga termasuk penikmati KJP, tapi ikut senang karena dengar cerita dari kenalan bahwa sekarang ia bisa masakin anaknya daging karena bisa beli daging murah, bisa beliin tas, sepatu baru untuk anak-anaknya. Nah ini ne yang baru-baru nyadar adalah waktu jalan keliling Jakarta, ga sengaja liat di kolong-kolong Jakarta uda ga nemu lagi pengamen, tuna wisma, pengemis dkk (pasti pembaca ada yang baru nyadar trus angguk2 sendiri :p ). Belum lagi sungai-sungai yang bersih enak dipandang. Satu lagi deh perubahan yang nyata adalah banjir yang sudah jarang nongol juga, kalau dulu, jangankan hujan deras, baru gerimis aja uda tergenang (ahh pasti semua warga Jakarta juga tau itu, meski mengakui dalam hati ya sudahlah keejujuran memang hanya antara manusia dan Tuhan).

Semua itu merupakan prestasi, tetapi untuk mengakuinya memang membutuhkan kejujuran. Terkadang muncul krisis kepercayaan terhadap negeri ini. Masihkan memegang prinsip Pancasila yang merupakan perteduhan aman bagi seluruh rakyat yang berbeda suku, agama, etnis dan budayanya. Ataukah, negeri ini telah dimiliki oleh sekelompok orang yang menyebut diri sebagai "mayoritas", sehingga yang "minoritas" hanya menumpang saja. Tidak, tidak boleh berpikir seperti itu -bisik nurani. 

Entah kapan kepercayaan pada NKRI yang Bhineka Tunggal Ika akan tumbuh kembali, mungkin sampai pelajaran PMP diajarkan lagi? atau mungkin sampai pelajaran P4 muncul dalam kurikulum, baru nasionalisme subur di hati masyarakat.

Berikut sepenggal puisi dari ku yang merindukan Burung Garuda:

"Burung Garuda, mana kekuatanmu?"
rakyat ini bertanya

Dulu kau begitu gagah terbang di langit Indonesia
Matamu tajam membuat musuh tak berdaya
Dulu sayapmu begitu kuat menerbangkan jelata
Bahkan kami bangga menyematkan mu di dada

Garudaku...
Kini duka hatiku
Sudah hilangkah jemawamu?
Sudah redupkah matamu?
Sudah patahkah sayapmu?

Asaku...
Garuda bangkitlah lagi
Membentangkan kejayaan  NKRI
Meyakinkan rakyat aman tinggal di negeri ini

Huufffttt kapan???
Entahlah...
Meski hati sudah lelah
Harapanku pada Kejayaan Garuda, tak kan patah

salam Hari Kartini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPS MENGATASI GALAU DENGAN CEPAT

Jatuh cinta pada seseorang yang tidak tepat memang menyakitkan. Ketika hati sudah berharap, ternyata tidak memungkinkan untuk bersama, seperti dah terlanjur masukin obat ke mulut, tetapi air di botol minum habis, dan pas lari-lari cari air, tu obat udah meleleh di lidah... pahiittttttttt   Kalo udah begitu mau apa, menyalahkan dia? Kenapa sudah tau tidak mungkin masih mempersilahkan kita masuk, atau protes kenapa sikapnya membuat berharap..?? Ahh sudahlah menurut gw, itu hanya usaha mengasihani diri sendiri dan meminta orang lain untuk ngerti dan memahami apa yang sedang kita rasakan.   Dari pada sibuk meratap, lebih baik move on ajalah. Toh hidup tidak berhenti hanya karena hati hancur berkeping-keping. Bisa koq waktu menyusunnya kembali. Meski menjalani hidup dengan perih itu bagai bergerak, tapi tanpa nyawa. I’s ok lah dari pada do nothing trus merenung sambil bertanya-tanya kenapa dan kenapa, lebih baik melangkah maju, at least   bisa terlalui satu hari tanpa mikirin dia.

TOXIC RELATIONSHIP

Dalam buku “Toxic People” (1995), Toxic Relationship diartikan sebagai “segala bentuk hubungan (antarorang) yang tidak saling mendukung, terdapat konflik di mana salah satu di antaranya berusaha merusak yang lain, terdapat kompetisi, dan tidak ada rasa hormat maupun kekompakan.” -Dr. Lillian Glass- Kaum Milenial biasanya menggunakan istilah "toxic" ini untuk menyebut teman2 mereka yang sirik, kepo, dan suka membicarakan kejelekan orang lain atau untuk mereka yang suka ngomong kotor. Isitilah ini ditujukan kepada mereka-mereka yang dirasa telah memberikan pengaruh buruk dan tidak menunjukkan sikap positif. Bertemu pribadi yang "toxic" tentu membuat tidak nyaman. Mungkin pelaku tidak melakukan kekerasan fisik (misal: memukul, menendang, dll), tetapi bisa saja melakukan Kekerasan Simbolik (apa itu? Butuh pembahasan khusus ), kekerasan verbal (berkata kasar/ kotor, menyindir), bisa juga dengan perilaku manipulatif seperti melakukan paksaan, kecurigaan, tingkah laku men